Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, perjudian sabung ayam sudah
dikenal dan cukup digemari sebagian masyarakat di beberapa daerah. Di
Bali perjudian sabung ayam dikenal dengan istilah Tajen, yang berasal
dari kata taji yang artinya benda tajam dan telah berkembang cukup
mengakar di dalam kehidupan masyarakat Bali. Pada awalnya “Tajen”
merupakan bagian dari acara ritual keagamaan tabuh rah atau prang sata
dalam masyarakat Hindu Bali. Yang mana tabuh rah ini mempersyaratkan
adanya darah yang menetes sebagai simbol / syarat menyucikan umat
manusia dari ketamakan/ keserakahan terhadap nilai-nilai materialistis
dan duniawi. Tabuh rah juga bermakna sebagai upacara ritual buta yadnya
yang mana darah yang menetes ke bumi disimbolkan sebagai permohonan umat
manusia kepada Sang Hyang Widhi Wasa agar terhindar dari marabahaya.
Sejalan
dengan dinamika kehidupan sosial masyarakat Bali, telah terjadi
pergeseran makna ritual dan bagian tabuh rah, yang mana makna tabuh rah
atau prang sata telah dimanipulasi dan diterminologikan sebagai Tajen.
Padahal bila dikaji, tabuh rah dan tajen merupakan suatu pengertian yang
berbeda, namun pada kenyataannya tabuh rah dipakai tameng untuk
menyelenggarakan tajen.
Ironisnya tajen ternyata mampu berperan
sebagai medium interaksi dan komunikasi lintas strata sosial. Latar
belakang status sosial menjadi cair dan kabur, masyarakat membaur dan
melebur secara fisik dan emosional, semua pihak terfokus pada
pertarungan kedua ayam adu. Bahkan tajen oleh masyarakat juga sudah
dipandang sebagai salah satu bentuk hiburan dan permainan utnuk
menghilangkan kejemuan dan kelelahan fisik setelah melakukan kegiatan
berat.
Pada dekade belakangan ini posisi dan peran tajen semakin
mengemuka dan seolah-olah mendapat legitimasi dari berbagai kalangan
masyarakat. Beberapa oknum masyarakat beragurmentasi bahwa tajen yang
digelar semata-mata ditujukan untuk kepentingan pembangunan atau
pengembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat adat. Dari perspektif
antropologi hukum fenomena sosial ini merupakan proses dekriminalisasi
tajen sebagai perjudian. Meskipun ditinjau dari sudut agama khususnya
agama Hindu, didalam kitab suci Wedha tidak ada satu ayatpun yang
membenarkan adanya berbagai bentuk dan jenis kegiatan perjudian.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment